Essay Debat Hukum yang diselenggarakan oleh PSKH UIN Sunan Kalijaga


MEMBANGUN BUDAYA HUKUM PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU YANG DEMOKRATIS
Oleh:
Abdul Rahman Prakoso, Fatahul Lathip, Husnul Khatimah
Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Surakarta

Menuju tahun 2019 sebagai tahun Pemilihan Presiden dan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat secara serentak banyak dinamika hukum yang berjalan. Kondisi yang membuat gejolak-gejolak politik terjadi di tahun-tahun sebelumnya untuk membuat instrumen peraturan Pemilihan umum. Pemilihan Umum yang rutin digelar digelar lima tahun sekali menjadi hajat demokrasi terbesar di Indonesia. Waktu dimana Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi menentukan pilihan pemegang kekuasaan Pemerintahan dan wakil rakyat.
Hukum sebagai alat untuk mengatur jalannya perkembangan masyarakat yang bersifat memaksa dan melarang. Aturan yang diciptakan untuk mengatur agar keadilan hukum dapat tercapai oleh masyarakat. Masyarakat sebagai subjek hukum yang mentaati aturan akan menggunakan hal digunakan untuk memperoleh hak dan kewajiban yang seimbang. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah dalam suatu kehidupan bersama; keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 
Aturan-aturan yang telah diciptakan seharusnya dapat membentuk suatu perilaku yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan ini yang akan menjadi suatu budaya hukum yang berkembang. Menciptakan budaya hukum bagi pemilih pemula menjadi suatu hal yang penting agar tercipta sinkronisasi yang dapat dipraktekkan dalam melakukan pemilihan umum yang akan berlangsung di tahun 2019. Pemilih pemula perlu untuk di edukasi aturan-aturan yang digunakan terkait dengan proses pemilihan yang akan berlangsung.
Pemilih pemula yang didefinisikan sebagai pemilih yang baru berusia 17 tahun dan belum memilih di tahun pemilihan sebelumnya memilikki peluang besar untuk memenangkan suara pemilihan. Definisi pemilih pemula dalam Buku Pedoman Pendidikan Pemilih (2015), Pemilih pemula adalah mereka yang memasuki usia memilih dan yang akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali dalam pemilu/pemilukada. Dengan siklus pemilihan di Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali maka kisaran usia pemilih pemula adalah 17-21 tahun. Rata-rata kelompok pemilih ini adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan tinggi dan pekerja muda, atau dengan kata lain lulusan SMA.
Pemilih pemula menjadi sasaran strategis karena berbagai alasan. Pertama, jumlah pemilih pemula dalam setiap Pemilu cukup besar. Kedua, mereka adalah warga Negara Indonesia (WNI) yang baru pertama kalinya memberikan suara dalam Pemilu sehingga perlu diberi arahan yang baik agar memiliki pemahaman yang baik pula terhadap demokrasi. Ketiga, mereka adalah calon pemimpin masa depan sehingga dengan menggali dan mengetahui padangan mereka tentang demokrasi, kita dapatmemberikan apa yang mereka butuhkan sebagai bekal di masa depan.
Pemilih pemula dalam Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah selama ini sebagai objek dalam kegiatan politik, yaitu mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah pertumbuhan potensi dan kemampuannya ke tingkat yang lebih optimal agar dapat berperan dalam bidang politik. Kelompok pemilih pemula ini biasanya mereka yang berstatus mahasiswa serta pekerja muda.
Dikutip dari laman detik.com “Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat ada 5.035.887 orang pemilih pemula pada pemilu 2019. Data ini masuk dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4), jumlah itu terhitung dari pemilih pemula berusia tahun tanggal 1 Januari 2018 sampai dengan 17 April 2019. Hal itu disampaikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, di kantor Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). Dari jumlah itu merupakan peluang partai politik untuk menggerakan pilihan mereka kepada partai politik tersebut. Selain itu Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu mempunyai kewajiban untuk memberikan edukasi kepada pemilih pemula dalam melakukan teknis pemilihan. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan potensi jumlah pemilih pemula yang akan melakukan pemilihan di Tempat Pemungutan Suara.
Pemilihan yang demokratis diwujudkan dengan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat untuk menentukan pilihan pemimpin pemerintahan negara. Wujud demokrasi yang sesungguhnya ketika masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya kepada negara selaku pemegang kebijakan untuk dapat bertindak seadil-adilnya kepada masyarakat dalam mencapai kemakmuran. Demokrasi yang berjalan di Indonesia sudah terfasilitasi dengan baik yang diwujudkan dengan Pemilihan Umum secara rutin lima tahun sekali.
Dalam Jurnal Pranata Hukum, Vol 6 Nomor 1 Januari 2011 yang ditulis oleh Any Ismayawati, Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Pembangunan Hukum di Indonesia, Budaya hukum menurut Satjipto Rahardjo (1983:12) adalah nilai-nilai dan sikap-sikap masyarakat yang dapat mempengaruhi bekerjanya hukum. Lawrence M. Friedman menggunakan istilah kultur hukum untuk menggambarkan sejumlah fenomena yang saling berkaitan. Budaya hukum/ kultur hukum sebagaimana dimaksudkan oleh Lawrence M. Friedman (1975:15) adalah keseluruhan dari sikap-sikap warga masyarakat yang bersifat umum dan nilai-nilai dalam masyarakat yang akan menentukan pendapat tentang hukum. Hukum akan bekerja sebagai akibat dari nilai-nilai dan sikap yang terjadi dalam masyarakat. Sehingga aturan yang tercipta dalam masyarakat akan timbul dari sebagai sebab dan akibat tindakan oleh masyarakat itu sendiri.
Dikutip dari tulisan Any Ismayawati, Bahwa kultur suatu bangsa sangat berpengaruh terhadap kondisi hukum bangsa tersebut. Oleh karena itu. pembaharuan hukum suatu bangsa sangat dipengaruhi perkembangan masyarakatnya, termasuk di dalamnya pengaruh dari nilai-nilai sosial budaya yang merupakan jiwa suatu bangsa (volkgeist). Demikian pula yang dikatakan oleh Esmi Warassih Pujirahayu (2005: 96), dalam membicarakan tentang hukum kita tidak dapat lepas dari faktor-faktor non hukum lainnya terutama faktor nilai dan sikap serta pandangan masyarakat, yang semua itu disebut kultur hukum. Jadi pada dasarnya pembaharuan (pembangunan) hukun harus dimulai dari pembaharuan budaya atau kultur hukum, karena keberadaan kultur hukum sangat mempengaruhi substansi dan struktur hukum. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan hukum adalah bahwa budaya hukum Indonesia sedang berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat Indoncsia itu sendiri. Pembentukan budaya hukum tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan kultur dan karakteristik masyarakat. Budaya hukum yang tumbuh dalam masyarakat merupakan perwujudan dari tatanan nilai yang merupakan dasar pijakan dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil akhir dari pembangunan hukum, untuk itu diperlukan suatu langkah-langkah agar perubahan budaya hukum justru dapat meningkatkan pembangunan hukum dengan hasil yang dapat membantu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Membangun budaya hukum bagi pemilih pemula merupakan upaya membentuk karakter dan pola pikir yang demokratis. Budaya hukum sebagai implementasi dari aturan-aturan yang telah dibuat untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan. Menurut Jawardi, Penyuluh Hukum BPHN Kemenkum HAM, Pada era globalisasi yang berlangsung saat ini banyak kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia, namun ada juga dampak yang kita rasakan sebagai bangsa. Salah satunya adalah keterbukaan informasi yang tanpa batas sehingga masuknya budaya luar menjadi tidak terelakan, kadang-kadang tidak sesuai dengan budaya hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Oleh karena itu pengembangan budaya hukum harus dilakuan melalui strategi pengembangan yang terarah dan terukur melalui perumusan kebijakan, strategi pembudayaan hukum dan upaya pengembangan budaya hukum.
Prosiding Seminar yang ditulis oleh Andi Kasmawati dan Andi Qashahs Amar, Hukum bukan sekedar rumusan hitam di atas putih saja sebagaimana yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan, tetapi juga hukum dapat dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui pola tingkah laku. Hukum dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-hukum seperti nilai, sikap, dan pandangan masyarakat yang biasa disebut dengan budaya hukum. Budaya hukum inilah yang menyebabkan perbedaan penegakan hukum di antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, ada 3 (tiga) persoalan mendasar tentang budaya hukum yaitu: (1) Yang berkaitan dengan hukum sebagai suatu sistem, (2) fungsi hukum kaitannya dengan pengaruh budaya hukum, dan (3) peranan kultur/budaya hukum terhadap bekerjanya hukum.
Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilu mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan kepada para pemilih pemula agar dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum. Pemberian sosialisasi terkait teknis pemilihan kepada pemilih pemula ini menjadi hal yang penting. Tidak lain agar tercapai pemilihan yang demokratis sekaligus pembelajaran bagi para pemilih pemula untuk memilih dan dipilih di masa yang akan datang.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karanganyar dikutip melalui website KPU Karanganyar, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karanganyar membuat gerakan untuk melakukan Pemilihan Ketua OSIS tingkat SMA/SMK secara serentak. Pemilihan Ketua Osis ini sebagai wadah pendidikan, pengetahuan dan kesadaran berdemokrasi di kalangan pelajar tingkat SLTA. Rata-rata pelajar SLTA berusia 17 tahun sehingga mereka termasuk golongan pemilih Pemula. Pemilihan Ketua Osis yang dilakukan ini sebagai miniatur Pemilu/Pilkada serentak secara nyata agar siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman nilai demokrasi serta mendorong siswa untuk berperan aktif dalam praktek demokrasi.
Dalam kegiatan pemilihan serentak tersebut KPU Karanganyar juga memberikan Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilihan Ketua Osis. Hal yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut adalah membangun budaya hukum yang berdemokrasi di kalangan pemilih pemula. Pemilih pemula melakukan pemilihan secara langsung dengan proses yang hampir sama dengan pemilihan umum yang diselenggarakan oleh KPU. Aturan-aturan yang dipakai dalam pelaksanaan pemilihan ketua osis juga mengadopsi Peraturan-peraturan yang digunakan oleh KPU.
Tidak hanya dalam pemilihan Ketua Osis dalam lingkup pemilihan ketua Himpunan Mahasiswa atau pun Dewan Mahasiswa yang berada di kampus juga melangsungkan pemilihan secara umum. Hal-hal teknis dari pembentukan penyelenggara, sosialisasi, perencanaan kegiatan, pendataan pemilih, pencalonan, kampanye, masa tenang, Pemungutan suara, Perhitungan suara, Penetapan calon terpilih. Hal ini juga dilakukan oleh Mahasiswa di tingkatan Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi yang rata-rata mahasiswanya sudah mempunyai hak untuk memilih seharusnya turut menjadi bagian dari edukasi dari KPU. Mungkin pendidikan pemilih pemula dari KPU melalui Seminar, workshop ataupun melalui sosial media.
Budaya hukum yang perlu dibangun oleh pemilih pemula dalam mengahadapi tahun politik merupakan suatu hal yang harus dibangun sedini mungkin. Hal ini dilakukan agar dapat menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan. Pemilihan yang demokratis menjadi sesuatu hal yang didambakan oleh seluruh pihak baik masyarakat maupun pemerintah.
Gejolak politik pemilu akan memberikan dampak bagi seluruh elemen penting dalam masyarakat. Disatu sisi membangun gerakan yang positif namun apabila tidak bisa berjalan dengan semestinya akan menimbulkan gerakan-gerakan yang negatif. Pemilih pemula perlu diajarkan untuk dapat bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini untuk menghindari tindakan-tindakan anarkisme maupun pencegahan secara persuasif bilamana terjadi keputusan yang tidak dapat memuaskan semua pihak. Pentingnya budaya hukum bagi pemilih pemula adalah agar dapat membantu mendinginkan suasana gejolak masyarakat yang ada, sehingga pemilihan umum yang demokratis dapat tercapai.



Comments